Pelukan Kecil Bernama Kahfi (Tulisan ini didedikasikan untuk seluruh orang tua yang sedang berjalan dalam proses mendampingi anak-anak istimewa. Juga untuk para pembaca majalah Braille dan non-Braille di seluruh Indonesia semoga menemukan harapan dan kekuatan di setiap paragrafnya).

Oleh: Syahid
Bandung, http://medianuansasinarnews.com- Karena Anak Tak Pernah Datang Tanpa Alasan
Setiap anak terlahir membawa cerita. Begitu pun Kahfi, putra pertama kami yang insyaAllah genap 9 bulan pada 10 Juli 2025 nanti. Ia lahir kecil, mungil, dan diam-diam membawa dunia kami ke arah yang sama sekali baru: dunia penuh belajar, air mata, tawa, dan cinta yang lebih luas dari sebelumnya. Hari Anak Nasional kali ini, saya ingin mengajak pembaca siapapun Anda, untuk percaya bahwa anak-anak dengan kebutuhan khusus adalah anugerah. Bahkan, mungkin anugerah terbaik yang pernah diberikan Allah SWT kepada kami.
Perjalanan Kecil yang Menguatkan
Saat usia satu bulan, Kahfi harus menjalani tindakan operasi. Dari situ kami mendengar istilah-istilah medis yang baru: microsefalus, cerebral palsy ringan, disabilitas intelektual. Kami tidak menyangkal, itu semua mengejutkan. Tapi yang lebih kuat dari rasa takut adalah tekad kami sebagai orang tua. Sejak umur 3 bulan, Kahfi sudah menjalani fisioterapi rutin di RS Al Islam Bandung, juga terapi alternatif mingguan di Bekasi. Target kecilnya saat ini: bisa merayap, bisa duduk sendiri, dan kelak berjalan. Dan setiap gerakan kecilnya, meski tidak seperti bayi-bayi lainnya, selalu terasa seperti hadiah. Kadang kami lelah, sering juga menangis, tapi kami tetap melangkah, karena Kahfi tersenyum setiap kali kami pulang.
Ayah, Ibu, dan Keluarga: Cinta yang Menghidupkan
Kami berdua bekerja, dan jujur, tidak mudah. Shifa, istri saya, bekerja dari Senin sampai Sabtu. Kahfi tidur pun harus dipeluk, digendong, dielus, dibisikkan doa. Jika bukan oleh ibunya, ya oleh neneknya, ibu mertua saya yang luar biasa. Saya sendiri mungkin tidak berperan sebanyak Shifa dan Ibu, tapi saya percaya setiap pelukan, senyuman, dan tawa saya untuk Kahfi adalah bagian penting dari pengasuhan. Saya ingin Kahfi tumbuh dengan tahu bahwa ayahnya juga selalu ada. Kebahagiaan itu nyata, walau kadang sederhana. Seperti saat Kahfi menyambut saya pulang dengan senyum kikuk dan gerakan tangannya yang lucu. Seperti ketika dia berhasil tengkurap lalu menatap minta tolong, hanya untuk kembali tengkurap lagi setelah saya balikkan badannya. Itu permainan kecilnya dan saya tidak ingin melewatkan satu pun dari momen itu. Mungkin bagi sebagian orang, itu hal biasa. Tapi bagi saya, itu adalah tanda bahwa Kahfi ingin berkata, “Aku senang ayah pulang.” Dan rasanya, semua lelah langsung terbayar.
Saat Ujian Itu Datang Bersama Kekuatan
Ada satu malam yang tak bisa saya lupakan. Saat Kahfi baru saja tiba di instalasi gawat darurat dan diperiksa, seorang dokter berkata: “Bapak, Ibu, keadaan anaknya sudah sangat kritis, mohon dibantu dengan doa saja.” Seolah-olah memberi sinyal bahwa harapan sangat tipis. Saya dan Shifa menangis sekencangnya. Saya lupa bahwa air mata saya bisa membekas dalam hati seorang ibu. Setelah Kahfi dipindahkan ke ruang PICCU selama tujuh hari untuk pemantauan intensif sebelum akhirnya menjalani operasi, Shifa sempat berkata: “Shifa gak mau lihat Sahid nangis lagi.” Sejak itu, saya belajar tersenyum, belajar kuat bukan hanya demi diri saya, tapi demi istri saya, anak saya, dan keluarga saya.
Pernah ada masa di tengah bulan saat kebutuhan Kahfi seperti popok dan susu tinggal sedikit. Namun, dengan izin Allah, pertolongan datang dari arah yang tak disangka-sangka. Kami bahkan sempat bertanya satu sama lain, bagaimana bisa melewati masa itu? Shifa hanya tersenyum dan berkata, “Alhamdulillah, Allah masih sayang sama kita.”
Hadiah Terindah Bernama Kahfi
Tepat saat saya ulang tahun ke-26, Kahfi masuk rumah sakit. Rasanya seperti isyarat bahwa hidup kami akan berubah. Namun dari semua momen itu, saya yakin satu hal: hadiah terbaik yang Allah berikan bukanlah pengangkatan jabatan atau pencapaian apa pun, tetapi Kahfi sendiri. Kehadirannya mengajarkan kami arti sabar, syukur, dan kekuatan yang tidak pernah kami tahu kami miliki. Mungkin memang benar: tidak ada ujian yang dititipkan tanpa pertolongan, dan tidak ada kasih yang hadir tanpa makna. Dan Kahfi, dengan segala keterbatasan dan keistimewaannya, telah mempererat keluarga besar kami. Ia cerewet, murah senyum, dan selalu menarik perhatian siapa pun yang bertemu. Ia adalah jembatan kasih yang kami tidak pernah duga, tapi sangat kami syukuri.
Penutup: Untuk Orang Tua yang Pernah Ragu
Jika kamu adalah orang tua dari anak berkebutuhan khusus, izinkan saya memelukmu dari jauh. Kamu tidak sendiri. Allah mempercayakan kita menjaga anak-anak istimewa karena kita dipilih. Dan untuk semua yang membaca ini, mari rayakan Hari Anak Nasional dengan menyadari bahwa setiap anak berhak tumbuh dalam cinta, dan setiap orang tua berhak mendapat dukungan. Karena sejatinya, Hari Anak Nasional adalah tentang semua anak berhak dicintai sepenuh hati termasuk mereka yang datang membawa keistimewaan yang memperkuat iman dan cinta dalam keluarga.
Terima kasih Shifa. Terima kasih Ibu. Terima kasih semua teman-teman yang pernah hadir di saat kami lelah. Dan terima kasih, Kahfi untuk telah memilih kami menjadi rumahmu.
Kami bahagia. Kami keluarga yang bahagia.
Syahid, Shifa, dan Kahfi.
Red-