OTT atau Operasi “Tengok-Tengok”? Publik Bertanya, di Mana Letak Pemerasannya?

Bandar Lampung, http://medianuansasinarnews.com- Maraknya operasi tangkap tangan (OTT) kerap menimbulkan tanda tanya besar di tengah masyarakat. Sejatinya, skema OTT yang murni tentu memperlihatkan kedua belah pihak sama-sama tertangkap tangan dengan bukti adanya niat jahat (mens rea) untuk melakukan tindak pidana. Namun, jika hanya salah satu pihak yang diproses, publik pun wajar menduga adanya rekayasa atau jebakan.
Keanehan semakin jelas ketika pintu masuk peristiwa disebut OTT, tetapi yang ditonjolkan justru dugaan pemerasan. Pertanyaan yang mengemuka, siapa sebenarnya pihak yang merasa diancam atau diperas? Jika kasusnya bermula dari adanya rencana aksi demonstrasi terkait dugaan temuan di instansi atau badan publik, apakah demonstrasi itu otomatis dianggap sebagai ancaman?
Baca juga: Peduli Juru Parkir, Satlantas Polres Landak Gelar Bakti Sosial di HUT Lalu Lintas
Logikanya, badan publik adalah institusi, bukan individu yang memiliki rasa takut seperti manusia. Mustahil badan publik bisa “merasa terancam”. Lain halnya bila kasus tersebut menyasar pengusaha, yang biasanya justru rentan “dibidik” dengan modus pesanan tertentu.
Yang lebih aneh lagi, suasana kebatinan seorang pejabat publik, misalnya Kabag Umum, bisa dijadikan alasan merasa tertekan hingga akhirnya menyerahkan uang. Publik pantas bertanya: apakah itu benar-benar karena ancaman, atau justru ada unsur kesepakatan yang kemudian diputar balik menjadi kasus pemerasan?
OTT seharusnya menjadi instrumen pemberantasan korupsi yang murni, bukan dijadikan alat rekayasa ataupun jebakan. Tanpa transparansi dan keseriusan kedua belah pihak diproses secara hukum, kasus semacam ini akan terus meninggalkan tanda tanya besar: OTT atau sekadar operasi “tengok-tengok”?
Red-