Wartawan Senior Mantan Pemred Tribun Jabar Berpulang, Kecelakaan Saat Bersepeda.

Bandung, http://medianuansasinarnews.com- Wartawan senior, Yusran Pare meninggal dunia, Selasa (02/07/2024).
Kabar itu disampaikan Pemimpin Redaksi Tribun Jabar, Adi Sasono. Menurut Adi, Yusran Pare meninggal dunia setelah mengalami kecelakaan saat bersepeda di Kabupaten Sumedang.
“Belum ada informasi lengkap di Sumedangnya di daerah mana, apakah di kota atau di Cadas Pangeran, belum tahu,” kata Adi.
Dia mengatakan, dirinya bertemu Yusran Pare yang juga mantan Pemimpin Redaksi Tribun Jabar itu dua bulan lalu. Yusran datang ke Kantor Tribun Jabar di Sekelimus, Kota Bandung.
DEFILE MARCHING BAND SPN POLDA JAWA BARAT DI TENGAH KEMERIAHAN PERINGATAN HUT POLRI KE 78 DI GASIBU
“Ya dua bulan lalu lah, ada sedikit urusan yang perlu dibicarakan, sekaligus nostalgia juga,” katanya.
Adi mengatakan, Yusran adalah sosok penuh semangat. Sehingga, kepenuh-semangatan itulah yang perlu diteladani.
“Kami berduka cita,” katanya.
Otobiografi Singkat Yusran Pare
Yusran Pare yang kelahiran Sumedang, menulis biografi singkatnya sendiri (Otobiografi) dan menjelaskan banyak hal, terutama pengalamannya di dunia jurnalistik.
Data ini juga sekaligus menunjukkan bahwa Yusran adalah sosok yang humble.
Dikutip dari blog probadinya, yusranpare.wordpress.com:
Lahir di Sumedang, Jawa Barat 5 Juli.
Suami dari hanya seorang istri, Esbhita Harlina, dan ayah bagi tiga anak.
Sulung, Arga Sinantra Rahmat, laki, lahir 1983.
Tengah, Laras Sukmaningtyas lahir 20 Februari 1988.
Bungsu, laki, Andika Megaswara, lahir 15 November 1996.
Saya mulai belajar menulis tahun 1979 di Bandung Pos, dan hingga kini masih belajar di Tribun Jabar.
Ilmu menulis, saya juga serap dari Mandala yang digandeng manajemen KOMPAS-Gramedia (1988/89)
Lalu melanjutkan pendidikan di Bernas (90/93), Sriwijaya Post (93/95), Sempat singgah ke Banjarmasin Post sebelum belajar di “keuskupan” Pos Kupang (95/96) di bawah bimbingan Pater Damyan Godho, dan Romo Dion DBP.
Kembali ke Bernas (96/98) untuk melanjutkan pelajaran, kemudian ke Banjarmasin Post lagi sampai kembali ke Bandung pada tahun 2000.
Bersekolah di Metro Bandung yang kemudian bermetamorfosis jadi Tribun Jabar, kemudian belajar kepada guru besar Febby Mahendra Putra S.H., di Tribun Batam (05 dan 06).
Sejak Maret 2007 diberi tugas belajar di Banjarmasin (lagi), sehingga harus wira-wiri Bandung-Banjarmasin secara berkala. April 2008 di Pontianak, Kalbar.
Di situ ada Ronald Ngantung, guru yang begitu sabar, ramah dan selalu tampak gembira.
Belajar itu ternyata menyenangkan, terutama untuk orang kurang ilmu seperti saya. Maka sampai hari ini saya masih terus belajar membaca dan menulis.
(Red-)